Cerita dari Malaysia


Tidur yang tidak nyenyak dan rasa bosan adalah resiko yang harus ditanggung apabila tiba di bandara tujuan pada waktu subuh (±pukul 01.00), sementara kloter pertama keberangkatan bis bandara menuju pusat kota adalah pukul 05.15, sehingga bisa dibayangkan betapa jenuhnya saya dan Andreas pada saat itu, luntang-lantung tanpa tujuan di Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA 2). Tapi, di balik kebosanan yang kita alami, terselip juga rasa antusias yang luar biasa, karena dalam waktu 2 hari ke depan, kita akan menghadiri Parkour Malaysia Annual Year End Jam 2017 yang akan diadakan pada tanggal 16 Desember 2017.



Begitu sudah berada di dalam bis, langsung pikiran saya bernostalgia ke bulan Agustus 2016, saat saya dan Andreas pertama kalinya mengunjungi Malaysia. Saat itu kita hanya sehari saja di Kuala Lumpur sebelum melanjutkan perjalanan ke Pekanbaru. Sungguh sebuah kebahagiaan tersendiri bagi kita bisa ke sini lagi untuk kedua kalinya, apalagi dengan durasi waktu yang lebih lama.

Setelah beberapa saat menunggu di halte bis depan Paradigm Mall, kita berdua dijemput oleh Hatta Yang ke rumahnya. Sekedar info, Hatta adalah salah seorang panitia dari acara jamming Parkour Malaysia (PKMY) ini. Sebelumnya saya sendiri pernah bertemu dengannya di Singapore saat LCG 2016 dan 2017. Yang saya salut dari dia adalah kemampuan manajemen waktunya yang sangat baik. Di tengah-tengah kesibukan pekerjaan dan tugas-tugas panitia, dia masih mau sedikit meluangkan waktu untuk memandu saya dan Andreas di Malaysia. Saya merasa berhutang budi kepadanya, kelak apabila dia mampir ke Surabaya, saya berjanji akan gantian memandu dia.

Begitu tiba di rumahnya, saya dan Andreas pun memutuskan tidur sejenak untuk memulihkan tenaga. Lalu menjelang tengah hari, Hatta mengajak kita makan siang bertiga sebelum lanjut menuju Jumpstreet Trampoline Park. Di sana sudah menunggu anggota panitia Annual Jam lainnya yang bernama Douglas Liew. Tentunya kita berempat ke sini bukan untuk bermain trampoline, melainkan untuk mengangkut obstacle portable dari gudang Jumpstreet ke truk sewaan yang sudah menunggu di depan.



Sebelum menuju ke Tamarind Square (lokasi Annual Jam), terlebih dulu Hatta dan Douglas mengantar kita berdua ke rumah kontrakan yang dijadikan basecamp anak-anak PKMY. Selama 5 hari ke depan rumah inilah yang akan menjadi tempat tinggal saya, Andreas, dan juga anak-anak Singapore yang baru akan datang keesokan harinya. Selain menaruh barang-barang, tujuan kita mampir ke sini tentunya untuk mengangkut obstacle vaulting beserta matras-pompa ke dalam truk.


Setelah hampir menempuh 40 menit perjalanan, akhirnya kita semua tiba di Tamarind Square, yang berlokasi di daerah Cyberjaya, Selangor. Sekedar info, Tamarind Square adalah kompleks pertokoan yang masih ±70% baru jadi (masih dalam tahap konstruksi). Di sinilah kita akan menyusun seluruh obstacle untuk acara jamming lusa. Selain kita berempat, hadir juga 2 orang panitia lainnya: Lim Kuang Tar dan Jonathan Cheah, yang turut membantu angkut-angkut obstacle beserta matras dari truk. Seusai dari situ, Douglas mengantar saya dan Andreas kembali ke rumah basecamp. Kita pun menghabiskan sepanjang sisa hari pertama di rumah saja.




Hari ke-2 di Malaysia, berhubung seluruh panitia sedang sibuk mempersiapkan acara, sementara anak-anak Singapore belum pada datang, maka saya dan Andreas memutuskan menghabiskan hari itu dengan mengeksplor Batu Caves, yang berlokasi di daerah Gombak, Selangor. Sekedar info, Batu Caves adalah situs kuil Hindu yang terdapat di dalam gua bukit kapur. Di sana terdapat patung raksasa Dewa Murugan yang terbuat dari emas, serta ada juga sekumpulan monyet-monyet kecil yang berkeliaran di sekitar kuil. Di tempat ini Andreas juga menyempatkan diri mengambil video dari pesawat drone-nya.



Dari Batu Caves kita berdua lanjut mencari makan di sekitar KL Sentral, lalu kembali pulang ke rumah basecamp dengan memesan Grab Car. Sampai dengan tengah malam, setelah ditunggu-tunggu, ternyata anak-anak Singapore belum datang juga. Akhirnya, dengan asumsi mereka akan langsung menuju ke lokasi acara besok harinya, kita berdua pun memutuskan tidur saja (sejak hari pertama kita tidur di karpet ruang tamu).

Tiba-tiba, sekitar pukul 04.30, pintu dan jendela depan rumah digedor-gedor. Awalnya saya pikir itu hanyalah mimpi, ternyata, anak-anak Singapore baru sampai di depan rumah! Dengan masih dalam kondisi setengah sadar, saya pun membuka pintu…dan di sana sudah ada CP, Leonard, Faiz, Stanley, dan Nina (pacar Stanley). Setelah saling bertegur sapa dan mereka sudah meletakkan barang-barang, saya kembali mencoba melanjutkan tidur. Namun, kurang dari satu jam kemudian, kembali pintu digedor-gedor, dan muncullah Zack, Wellington, serta Xirui di depan pintu. Sejak detik itu akhirnya saya memutuskan tidak melanjutkan tidur lagi, karena rumah semakin ramai dan matahari pun sudah mulai terbit.



Tidak berapa lama kemudian, datanglah juga Eric Lau ke rumah. Dia adalah salah seorang praktisi PKMY yang tinggal satu tempat dengan saya saat LCG 2017 lalu. Setelah semua orang bersiap-siap, kita bersebelas langsung mencari sarapan di salah satu kedai makan dekat rumah, lalu lanjut memesan Grab Car menuju Tamarind Square.




Dan, Parkour Malaysia Annual Year End Jam pun akhirnya dimulai. Hari Sabtu, 16 Desember 2017, sekitar 100-150an praktisi parkour dari Malaysia, Singapore, Indonesia, dan ada sedikit dari negara-negara barat berkumpul di salah satu pelataran kosong Tamarind Square untuk berlatih bersama. Acara intinya terdiri dari workshop, speed run challenge (speed contest), freerun challenge (freestyle), dan parkour chase tag; sambil diselingi oleh sesi free jamming.




Saya sendiri tidak mengikuti kompetisi apapun karena fokus berjualan kaos serta celana training Avolution Clothing bersama Andreas, sambil diselingi latihan juga tentunya di sela-sela free jamming. Meskipun saya adalah penganut aliran parkour non-kompetisi, namun saya tetap respek dengan semua yang berkompetisi. Karena perbedaan prinsip parkour bukanlah halangan untuk mencari teman/relasi sebanyak-banyaknya.


Menjelang sore hari, acara pun berakhir setelah pengumuman pemenang dan sesi foto bersama. Saya sendiri masih latihan singkat sebelum mengemasi barang dagangan, sementara Andreas juga menyempatkan diri menerbangkan drone-nya di sekitar rooftop. Beberapa saat sebelum meninggalkan Tamarind Square, tidak disangka saya bisa bertemu dengan Solahudin Idris. Dia adalah praktisi PKMY yang tahun lalu memandu saya dan Andreas saat kunjungan pertama kita ke Malaysia. Hanya saja belakangan ini dia jadi agak jarang berlatih karena kesibukannya. Yang jelas kita bersyukur bisa bertemu lagi dengannya walau hanya sebentar.


Dari Tamarind Square; saya, Andreas, Eric, dan anak-anak Singapore lanjut makan malam di restoran Gold Chili, daerah Subang Jaya, yang tidak seberapa jauh dari rumah basecamp. Masakannya yang enak membuat saya ingin kembali ke sini kalau ada kesempatan mengunjungi Malaysia lagi. Kemudian, sehabis makan kita semua lanjut hang out di salah satu kafe outdoor sambil nonton bareng pertandingan EPL antara Leicester City vs Crystal Palace. Kita pun sebenarnya tidak 100% memperhatikan pertandingan tersebut karena yang bertanding bukanlah tim favorit, lagipula sebagian besar dari kita memang bukanlah penggemar sepak bola. Namun terlepas dari itu, di momen seperti inilah saya benar-benar merasakan sebuah kebersamaan sejati yang tidak memandang ras, agama, maupun kebangsaan seseorang. Kita berkumpul bersama sebagai satu keluarga.

Tidak berapa lama setelah pertandingan sepakbolanya berakhir; saya, Andreas, Stanley, dan Nina memutuskan pulang terlebih dulu ke rumah, sementara anak-anak yang lain masih tetap ingin nongkrong hingga larut malam. Hari ke-3 di Malaysia pun diakhiri dengan beristirahat total di rumah dengan fisik yang luar biasa lelahnya.


Hampir semua orang bangun siang keesokan harinya, termasuk saya. Sekujur tubuh terasa pegal-pegal akibat terlalu diforsir latihan kemarin. Di hari ke-4 ini Stanley, Nina, Wellington, dan Xirui memutuskan pulang ke Singapore menggunakan bis; sementara CP, Zack, Leonard, dan Faiz tetap lanjut latihan. Saya dan Andreas sendiri sudah janjian bertemu dengan anak-anak TOFU Parkour (Steven, Venesse, Bernard Lim, dan Loh Soo Tian) di KL Sentral untuk nongkrong bersama sebelum mereka pulang ke Penang. Sekedar info, awalnya saya dan Andreas juga ada rencana untuk mengunjungi Penang dalam trip ke Malaysia kali ini, tapi kita tunda dulu setelah mempertimbangkan faktor waktu dan biaya. Yang jelas, saya berjanji dalam hati untuk menjadikan Penang prioritas utama dalam kunjungan berikutnya ke Malaysia.





Dari KL Sentral, kita berdua langsung meluncur ke daerah Pasar Seni dengan menggunakan LRT, kemudian lanjut berjalan kaki menuju Chinatown di Jalan Petaling. Andreas pun menyempatkan diri membeli beberapa souvenir di sana, sementara saya cukup hanya melihat-lihat saja. Kemudian dari Chinatown kita berjalan kaki lagi menuju Menara Kembar Petronas untuk beristirahat sejenak di sana.


Malamnya, kita janjian untuk bertemu lagi dengan anak-anak Singapore di Restoran Murni Discovery, Bandar Sunway. Di sana juga ada beberapa anak PKMY yang ikut makan bersama-sama. Berhubung keuangan sudah mulai menipis, begitu selesai makan saya dan Andreas langsung memutuskan pulang saja, sementara yang lain masih lanjut Karaokean. Saya pikir, petualangan di Malaysia sudah cukup sampai di sini, besok hanya tinggal berkemas-kemas lalu berangkat ke bandara KLIA 2. Ternyata saya salah! Begitu anak-anak Singapore sudah pulang, mereka mengajak saya dan Andreas untuk mendaki Bukit Tabur besok subuh demi mengejar momen matahari terbit. Sempat ragu pada awalnya, namun dengan pertimbangan ‘kapan-lagi-bisa-mampir-ke-sana’, akhirnya kita iyakan saja.

Setelah bangun dengan susah payah, saya pun segera mencuci muka dan bersiap-siap untuk berangkat. Pada pukul 04.30; saya, Andreas, CP, Zack, Leonard, dan Faiz berangkat dengan memesan Grab Car langsung menuju Bukit Tabur. Begitu sampai di lokasi (±pukul 05.15-05.30), tanpa berlama-lama lagi segera kita berenam langsung memulai pendakian dengan bermodalkan senter HP. Perjalanan melelahkan melewati jalan setapak yang terjal dan gelap serta menembus semak belukar, terbayar lunas saat sampai di puncak bukit. Pemandangan indah danau, hutan, dan kota Kuala Lumpur berpadu menjadi satu. Bahkan menara kembar Petronas juga bisa terlihat dari kejauhan.



Tidak berapa lama kemudian, sekitar pukul 06.30 barulah matahari mulai terbit. Langit yang semula berwarna biru gelap perlahan menjadi ungu-kekuningan, lalu udara pagi yang dingin sedikit demi sedikit mulai menghangat seiring bertambahnya sinar matahari yang masuk. Sungguh momen yang tak akan terlupakan seumur hidup saya, apalagi ini pertama kalinya bisa menyaksikan matahari terbit di negeri orang.



Cukup lama kita menikmati puncak Bukit Tabur sambil berfoto ataupun mengambil video. Dan khusus Andreas, pastinya dia juga tidak lupa untuk mengambil gambar/video dari pesawat drone-nya. Setelah merasa cukup puas akhirnya sekitar pukul 08.00 kita berenam turun kembali. Begitu sampai di bawah, sejenak kita menyempatkan diri beristirahat dulu di pondok dekat jalan awal masuk, baru sesudah itu memesan Grab Car untuk pulang ke rumah.




Waktu menunjukkan ±pukul 10.00. Jadwal pesawat kembali ke Surabaya pun sebenarnya masih cukup lama (pukul 15.00). Namun untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, saya dan Andreas memutuskan lebih baik berangkat ke bandara saat itu juga. Lebih cepat lebih baik. Setelah mengucapkan salam perpisahan ke CP, Zack, Faiz, dan Leonard; kita berdua segera berangkat menuju halte bis di Paradigm Mall (lokasi yang sama persis saat dijemput Hatta Yang di hari pertama). Dari situ kita lanjut naik bis Aerobus menuju KLIA 2, lalu menunggu di sana hingga waktu keberangkatan tiba.


Secara keseluruhan perjalanan ke Malaysia kali ini benar-benar berkesan bagi saya. Karena selain bisa berlatih parkour bersama dengan teman-teman baru maupun lama, saya pun mendapat pengalaman berharga mengenai eksplorasi transportasi publik, arah jalan, lokasi tempat-tempat penting, dan juga dalam hal pengambilan keputusan. Intinya, traveling bukan hanya sekedar buang-buang duit atau foto-foto belaka, tapi juga sebagai proses pendewasaan diri. Semoga saja tahun depan bisa ada kesempatan lagi untuk mengunjungi Malaysia.


Comments

Popular posts from this blog

Cerita 28 Jam di Jombang

Ikut? Tidak? Ikut? Tidak? IKUT!!!

Semalam di Bojonegoro