Suatu Hari di Vietnam
Cuaca malam itu di Kuala Lumpur cukup cerah. Sekitar pukul 23.00; saya, Ian, dan Mariann bersantai sejenak di salah satu restoran India yang bernama Bala's Banana Leaf. Bersyukur untuk kesekian kalinya saya dapat berjumpa lagi dengan mereka setelah menghadiri pernikahannya di Filipina pada November 2016 lalu. Sekedar info, sejak beberapa bulan terakhir ini mereka telah memutuskan untuk tinggal di Malaysia.
Sayangnya pertemuan dengan mereka tidak bisa berlangsung lama, karena memang kunjungan saya ke Kuala Lumpur tersebut hanyalah transit sebelum menuju Hanoi, Vietnam. Setelah beristirahat sejenak di apartemen mereka, dengan berbaik hati Ian mau mengantarkan saya kembali menuju Kuala Lumpur International Airport 2 sekitar pukul 03.30.
HANOI
Hari ke-1: 20 November 2018
Setelah menempuh ±3 jam perjalanan, sekitar pukul 09.00 pesawat mendarat di Bandara Internasional Noi Bai. Sungguh antusias rasanya bisa menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di negara ini, akhirnya impian saya sejak 2 tahun lalu bisa kesampaian juga. Begitu menyelesaikan urusan imigrasi, membeli SIM Card, dan menukar uang, segera saya naik bus menuju hostel tempat menginap di Hanoi Lucky Guesthouse 2, daerah Distrik Hoàn Kiếm. Lalu lintas Hanoi yang sangat padat tidak mengherankan bagi saya karena hampir sama saja suasananya dengan kondisi kota-kota besar di Indonesia. Berhubung kemarin malam hampir tidak tidur demi mengejar waktu boarding pesawat, saya pun memutuskan beristirahat sejenak di hostel.
Sekitar pukul 14.30, saya diajak oleh salah satu teman parkour yang sempat bertemu di LCG lalu, Hoàng Nguyễn, untuk berlatih bersama di Công viên Thống Nhất (salah satu taman kota di Hanoi), yang kebetulan dapat ditempuh hanya dengan 30 menit berjalan kaki dari hostel. Hadir juga Huy Văn dan Tran Ngọc Minh di sana.
Hanya saja, kebetulan hari itu sedang ada penyelenggaraan suatu event tertentu di taman, sehingga spot yang biasa digunakan untuk berlatih pun ditempati banyak orang serta dijaga polisi. Karena tidak kunjung juga menemukan spot/ruang terbuka untuk berlatih parkour, kita berempat memutuskan pindah lokasi ke Khu đô thị Times City (sebuah kompleks apartemen). Di sana terdapat sebuah taman yang cukup memadai untuk dipakai jamming.
Setelah beberapa saat berlatih, dua orang teman yang lain: Hoàng Tuấ Trường dan Dương Ng datang menyusul. Kita berenam pun berlatih bersama hingga matahari terbenam. Sekalipun di sela-sela latihan kita beberapa kali kena tegur oleh security, namun secara keseluruhan latihan hari itu cukup memuaskan.
Malam harinya; saya, Dương Ng, Hoàng Tuấ Trường beserta pacarnya, memutuskan untuk makan bersama di restoran Dolpansam di Mall Artemis Trade Center. Seusai makan, lagi-lagi kita melakukan jamming kecil-kecilan di pelataran halaman depan mall yang ternyata merupakan tempat yang 'parkourable'.
Tidak lama kemudian, Hoàng Long pun datang menyusul ke mall. Dia adalah salah seorang teman lama yang pernah bertemu pada event LCG 2016 di Singapore. Sayang kali ini dia sedang mengalami cedera lutut, sehingga untuk sementara belum bisa berlatih parkour.
Menjelang mall tutup; kita pun segera menyudahi sesi jammingnya. Sementara teman-teman yang lain pulang, tinggallah saya dan Hoàng Long yang masih nongkrong hingga larut malam. Dan seusai diajak berkeliling singkat di jalan-jalan utama Kota Hanoi, saya pun diantar pulang ke hostel.
Hari ke-2: 21 November 2018
Siang itu suasana di Old Quarter cukup ramai, banyak turis lokal maupun mancanegara yang lalu lalang. Setelah berkeliling-keliling sejenak, saya menyempatkan diri terlebih dulu singgah di roti Bánh Mỳ P sebelum kembali ke hostel untuk ganti pakaian dan bersiap-siap latihan dengan teman-teman Parkour Hanoi. Sekedar info, harga satu potong roti Bánh Mỳ P hanya 26.000 Đồng (±Rp 16.000), cukup murah untuk ukuran roti yang jumbo. Ditambah lagi dengan rasanya yang gurih dan lezat, membuat roti ini menjadi rekomendasi bagi siapa pun yang berkunjung ke Hanoi.
Segera setelah menyewa sepeda motor, langsung saya meluncur ke taman di belakang gedung apartemen '34T'. Di sana saya berlatih dengan Te Khoa, Tài Hiếu, dan beberapa teman lainnya. Ketika dirasa sudah cukup puas, kita semua lanjut jamming ke taman lain di area Netlink.vn hingga malam hari. Ngomong-ngomong soal menyewa motor, jujur saya agak sedikit mengalami kebingungan selama awal-awal berkendara di Vietnam. Hal itu dikarenakan lajur kendaraannya berkebalikan dengan di Indonesia (mobil di sana stirnya di kiri). Beberapa kali saya kena klakson karena hampir saja salah mengambil lajur, tapi untungnya lama-kelamaan dapat terbiasa juga.
Secara keseluruhan saya cukup puas dengan latihan di hari ke-2 ini sekalipun masih banyak obstacle/gap jump yang masih belum dapat saya taklukkan. Mudah-mudahan pada kesempatan berikutnya saya dapat kembali lagi dengan progres yang lebih baik.
Hari ke-3: 22 November 2018
Karena sebagian besar teman-teman parkour di Hanoi sedang kuliah atau bekerja, maka siang itu saya putuskan untuk menjelajahi sendirian Museum of National History (Bảo tàng Lịch sử Quốc gia). Cukup menarik mempelajari sedikit-sedikit sejarah Vietnam, dari mulai zaman kerajaan hingga lepas dari penjajahan Perancis.
Sekitar pukul 16.00, saya janjian kembali dengan Te Khoa, Ngô Hiếu, dan beberapa teman lainnya untuk berlatih flip di Phước Hưng Gym. Hanya dengan membayar 50.000 Đồng (±Rp 31.000), kita dapat berlatih sepuasnya di sana. Ya, saya akui memang kemampuan flip saya tidak seberapa bagus, tapi itu tidak menjadi masalah, karena tujuan kita berlatih di sana hanyalah untuk bersenang-senang.
Malam harinya, saya diajak makan malam oleh Hoàng Long di restoran Nem Nướng Xuân Dần sekitar pukul 20.00. Lalu dari situ kita lanjut nongkrong hingga menjelang tengah malam di pinggir danau dekat Jalan Thanh Niên, sambil mencoba salah satu jajanan tradisional Vietnam yang bernama Bo Bia. Sekalipun saat itu cuaca sangat berangin, namun saya tetap menikmati suasana malam terakhir saya di Hanoi. Besok siang adalah waktunya saya bertolak ke Ho Chi Minh City.
HO CHI MINH CITY
Hari ke-4: 23 November 2018
Setelah menempuh ±1jam perjalanan dari Bandara Internasional Tan Son Nhat, akhirnya bus yang saya tumpangi tiba di halte District 1 sekitar pukul 18.00. Tiba-tiba saja ada seorang tukang ojek pangkalan yang memaksa (bahkan setengah mengancam) saya untuk menggunakan jasanya. Berkali-kali saya tolak, namun karena terus mendesak, dengan berat hati terpaksa saya mengiyakannya daripada masalah semakin runyam (apalagi dia tidak seberapa bisa Bahasa Inggris). Jujur hal tersebut sedikit mengganggu mood saya hari itu, tapi apa pun yang terjadi, saya tetap berusaha berpikir positif saja.
Tidak lama setelah tiba di Phuc Khanh Hotel, saya dijemput oleh Tonny Củn, salah satu dari tiga orang Vietnam yang pertama kali saya kenal di LCG 2016 selain Trần Minh Toàn dan Nguyễn Trung Khôn. Tak terasa sudah lebih dari 2,5 tahun tidak berjumpa dengannya. Setelah ngobrol-ngobrol singkat melepas kangen, saya pun diantar dia menuju Hoas The Coffee, tempat Trần Minh Toàn bekerja.
Dan malam itu pun kita habiskan dengan nongkrong dan ngobrol-ngobrol di sana bersama dengan teman-teman mereka juga. Sungguh sebuah pengalaman yang sangat berkesan. Kendala bahasa sedikit pun tidak menjadi masalah bagi saya, karena suasana kebersamaan dan kekeluargaan yang ada mengalahkan segala keterbatasan komunikasi.
Hari ke-5: 24 November 2018
Sembari menunggu teman-teman parkour di Ho Chi Minh City pulang dari kuliah atau bekerja, saya memutuskan untuk menjelajahi Museum Ho Chi Minh City sendirian. Museum ini menceritakan sejarah kota Ho Chi Minh City (yang sebelum 1975 masih bernama Saigon), kemudian juga sejarah perang Vietnam dengan USA di tahun 1970-an.
Dari museum, saya juga sempat menyambangi Monumen Thích Quảng Đức, yaitu monumen untuk memperingati seorang biksu bernama Thích Quảng Đức yang membakar dirinya sendiri sebagai bentuk protes terhadap pemerintah Vietnam Selatan pada tahun 1963 lalu.
Sekitar pukul 16.00, kembali saya dijemput oleh Tonny Củn untuk berlatih bersama di salah satu taman kota yang bernama Công viên Lê Văn Tám. Hadir juga di sana Tuan Nguyen (1), Tuấn Nguyễn (2), Trí Nguyễn, dan Trần Minh Toàn beserta pacarnya Võ Lê Hồng Duyên. Kita berlatih sepuasnya hingga ±pukul 20.30, tepat ketika hujan turun.
Sesampainya saya di hostel, hujan pun turun semakin deras. Namun sejauh mata memandang, di ruas-ruas jalan utama malah banyak iring-iringan sepeda motor dengan mengibar-ngibarkan bendera Vietnam. Usut punya usut, ternyata mereka adalah suporter sepakbola yang baru saja merayakan kelolosan timnas Vietnam ke semifinal Piala AFF 2018, setelah di pertandingan terakhirnya pada fase grup berhasil mengalahkan Kamboja dengan skor 3-0.
Hari ke-6: 25 November 2018
Cuaca benar-benar buruk sepanjang hari, sejak saya bangun tidur hingga malam hari, hujan deras turun tanpa henti. Benar-benar membuat segala rencana berantakan. Setelah saya cek berita, ternyata memang ada badai topan Usagi yang sedang melanda daerah Vietnam selatan hari itu, sehingga Ho Chi Minh City pun terkena imbasnya.
Praktis saya pun hanya bisa diam di hostel seharian, dan hanya keluar pada saat mencari makan saja. Satu hari di Vietnam terbuang dengan sia-sia.
Hari ke-7: 26 November 2018
Siang itu cuaca di Ho Chi Minh City cukup mendung dan berawan. Sisa-sisa genangan air hujan kemarin masih tampak jelas di sekitar pintu masuk menuju Terminal Bus Mien Tay. Dengan susah payah menggunakan bahasa isyarat dan sedikit bantuan Google Translate, saya pun memesan tiket bus menuju kota Mỹ Tho. Setelah membayar biaya tiket sebesar 60.000 Đồng (±Rp 37.500), saya pun diarahkan menuju bus yang bersangkutan.
Perjalanan menuju Mỹ Tho menempuh waktu sekitar 1,5 jam. Saya pun pada akhirnya turun di salah satu ruas jalan kota Mỹ Tho dikarenakan bus akan terus melanjutkan perjalanannya ke kota lain. Kemudian saya lanjut menggunakan Grab-bike untuk menuju rumah Linh Nhu Truong, salah seorang teman non-parkour yang ingin saya temui juga mumpung saya lagi di Vietnam.
Setelah sedikit ngobrol-ngobrol di rumahnya, saya pun diajak makan bareng ke salah satu restoran tradisional setempat. Dari situ kita lanjut nongkrong di VIVA STAR Coffee Hoa Viên, salah satu kedai kopi cukup populer di Mỹ Tho yang persis terletak di tepi Sungai Mekong. Kita pun ngobrol-ngobrol cukup lama di sana bercerita tentang banyak hal.
Menjelang sore hari, kita menyempatkan diri singgah ke Vĩnh Tràng Pagoda, salah satu kuil Buddha yang menjadi ikon wisata Kota Mỹ Tho. Kita jalan-jalan sebentar di sana hingga matahari terbenam. Dan karena Linh Nhu ada keperluan lain di malam harinya, kita pun saling berpamitan di Xe Khách Hùng Hiếu (semacam kantor jasa travel agent Mỹ Tho - HCMC). Saya kemudian pulang ke Ho Chi Minh City menggunakan bus dari travel agent tersebut.
Sesampainya di Ho Chi Minh City, segera saya janjian untuk bertemu dengan Nguyễn Trung Khôn di Gedung Apartemen Vincom Landmark 81. Bersama temannya yang bernama Mai Tuấn; kita bertiga nongkrong, makan malam, dan keliling-keliling Ho Chi Minh City hingga menjelang tengah malam.
Hari ke-8: 27 November 2018
Pukul 09.00 pagi, Tonny Củn menjemput saya di hostel untuk latihan terakhir kalinya. Bersama Trần Minh Toàn dan Thanh Tùng Lyo La, kita berempat jamming bersama di taman yang berlokasi persis di seberang Gedung State Bank of Vietnam (Ngân hàng Nhà nước Việt Nam).
Begitu dirasa sudah cukup, latihan kemudian berlanjut ke Taman Ho Con Ruy. Di sana kita jamming sepuasnya hingga lewat tengah hari sebelum saya kembali ke hostel untuk mengemasi barang-barang karena memang sudah waktunya check-out.
Sekitar pukul 16.00, kembali saya mampir ke Hoas The Coffee untuk nongkrong sejenak bersama teman-teman yang lain. Saat-saat terakhir di Ho Chi Minh City tentunya harus benar-benar dimanfaatkan dengan baik, karena entah kapan lagi saya bisa mampir ke sini dalam waktu dekat.
Dan akhirnya, tibalah waktu saya untuk meninggalkan Ho Chi Minh City. Setelah mengucapkan salam perpisahan dengan yang lain, saya pun diantar Tonny ke Bandara Tan Son Nhat sekitar pukul 19.30. Sungguh berat rasanya meninggalkan Vietnam, karena jujur saja masih banyak yang ingin dijelajahi di sini. Namun tentunya saya harus kembali ke rutinitas harian lagi demi bisa menabung untuk traveling berikutnya.
Semoga saja ke depannya ada kesempatan berjumpa lagi dengan mereka. Atau siapa tahu gantian saya yang menjamu mereka bila berkunjung ke Surabaya...semoga.
Comments
Post a Comment