Suatu Hari di Singapore (2017)
Déjà vu, itulah yang saya dan Andreas
rasakan malam itu. Sama seperti tahun lalu saat H-1 keberangkatan ke Singapore,
lagi-lagi kita harus begadang untuk mem-packing ±300 kaos dan stiker Lion City Gathering (LCG). Rasa lelah dan ngantuk pun harus diabaikan demi menyelesaikan tugas
ini. Namun terlepas dari itu, merupakan suatu kebanggaan bagi kita bisa dapat
kepercayaan lagi untuk kedua kalinya dari Parkour Singapore untuk memproduksi kaos, stiker, dan
gelang LCG 2017.
Menjelang matahari terbit, Rijalul, teman saya dari Low Profile Parkour Surabaya, datang menyusul ke rumah dengan segala perlengkapannya. Ini bakal menjadi kunjungan
perdananya ke Singapore, sehingga secara tidak langsung saya harus memandu
dia selama di sana. Keberangkatan ke Singapore kali ini terbagi menjadi dua
grup. Grup pertama terdiri dari saya dan Rijalul yang berangkat pada hari Rabu tanggal
14 Juni 2017, sementara grup kedua ada Andreas, Rizqi, dan Achmad yang
berangkat sehari setelahnya.
Begitu menginjakkan
kaki di bandara Changi, seusai menyelesaikan urusan imigrasi kita segera
menemui CP (Koh Chen Pin) yang sudah menunggu di terminal kedatangan. Hadir
juga di sana Christian Wallman dari Australia yang ikut menemani CP. Kita
berempat pun langsung menuju apartemen CP untuk menaruh kaos LCG serta
beristirahat sejenak. Kemudian menjelang sore, perjalanan berlanjut ke Kraken
Gym di daerah Bishan.
Di sana sudah ada
anak-anak Vietnam, Filipina, serta teman-teman Christian dari Australia. Kita pun
jamming bersama hingga malam hari. Dan di tengah-tengah jamming, tiba-tiba
datanglah Phosky ke gym, lalu mendadak suasana menjadi heboh. Bagaimana tidak?
Phosky adalah salah satu praktisi parkour terkenal dari tim Galizian Urban Project (GUP), yang reputasinya tentu saja sudah mendunia. Sejenak jamming
terhenti karena banyak yang ingin foto bareng dengannya, namun tidak lama
kemudian latihan berlangsung normal kembali seperti biasa.
Sekitar pukul 23.00,
saya dan Rijalul harus segera meninggalkan Kraken untuk menuju Freerunner Lodge, gym tempat kita menginap. Sekedar info, MRT di Singapore berhenti
beroperasi ±pukul 00.00, sehingga kita harus segera bergegas agar tidak ketinggalan
kereta. Di stasiun MRT Lavender, daerah lokasi Freerunner Lodge, kita pun janjian
bertemu dengan sang pemilik gym, Tan Chi Ying. Setelah sedikit berdiskusi, kita
bertiga akhirnya memutuskan mulai besok saja tidur di gym-nya. Tan Chi Ying
menawari saya dan Rijalul menginap di rumahnya malam itu karena seluruh
keluarganya kebetulan sedang pergi.
Besok siangnya, saya dan Rijalul kembali
menemui CP di bandara Changi. Kali ini kita menunggu Andreas, Achmad, dan Rizqi
yang membawa gelang beserta sisa kaos LCG. Di tengah-tengah waktu menunggu,
bertemulah kita dengan Boy Spinboy dan
เอกพลคนกันเอง dari Thailand, serta Tbom Pongphone
dari Laos, mereka bertiga baru saja mendarat. Tidak berapa lama setelah rombongan Andreas tiba, segera CP memesan taksi karena banyaknya barang bawaan yang harus
diangkut. Tetapi berhubung taksi yang dipesan tidak cukup mengangkut semua
orang; maka saya, Rijalul, Rizqi, dan Achmad memutuskan naik MRT saja.
Sementara rombongan CP menaruh kaos dan gelang LCG di apartemennya, kita berempat jadinya menunggu di stasiun MRT Simei yang berlokasi tidak jauh dari sana. Dan begitu mereka menyusul, perjalanan pun berlanjut ke Bedok Maze, spot parkour idola sejuta umat. Di sana sudah menunggu banyak praktisi lain dari berbagai negara. Kita jamming serta berlatih bersama hingga sore hari.
Belum puas di Bedok Maze,
sebagian besar peserta LCG pun melanjutkan jamming di taman Eunos. Di sana
sudah berlatih terlebih dulu teman-teman dari Australia, Hong Kong, dan beberapa negara lainnya. Ada juga Phosky dan Joel Eggimann yang turut meramaikan. Pastinya kehadiran mereka membuat latihan jadi tambah semangat.
Sebagian dari kita
berpencar ke tempat penginapan masing-masing seusai dari Eunos. Sementara saya dan teman-teman Indonesia lainnya memutuskan makan malam di foodcourt yang tidak seberapa jauh
dari taman.
Malam harinya, kita melanjutkan perjalanan ke Kraken Gym. Tidak terlalu banyak
orang di sana, sehingga suasana jamming menjadi lebih santai. Namun
justru hal tersebut malah membuat “bencana kecil” terjadi beberapa jam kemudian.
Saking asyiknya jamming dan
ngobrol-ngobrol, kita malah jadi lupa waktu. Tau-tau jam sudah menunjukkan
pukul 23.30. Seharusnya sejak dari tadi kita meninggalkan Kraken, karena rute
MRT menuju Freerunner Lodge lumayan jauh dan harus berpindah lajur (Dari Bishan
menuju Paya Lebar menggunakan lajur kuning, di Paya Lebar beralih ke lajur
hijau menuju Lavender).
MRT lajur kuning menuju Paya Lebar masih
bisa terkejar, namun sialnya saat di stasiun Paya Lebar kita kehabisan kereta
lajur hijau (saat itu sekitar pukul 00.20). Alhasil saya, Rizqi, Rijalul, dan Achmad
harus berjalan kaki menuju daerah Lavender (±melewati 4 stasiun MRT). Sekedar
info, Andreas sudah pulang terlebih dulu karena menginap di apartemen CP.
Setelah hampir 2 jam berjalan kaki,
akhirnya kita tiba di Freerunner Lodge dengan kondisi kaki yang rasanya seperti
mau putus. Di sana sudah terlebih dulu tiba anak-anak dari Malaysia dan tentu
saja Tan Chi Ying sendiri. Kita pun lanjut ngobrol ngalor-ngidul dengan mereka hingga
subuh lalu tidur rame-rame di karpet gym-nya.
Hari ke-3 di Singapore, saya mengalami
sebuah dilema. Di satu sisi ingin berlatih bersama peserta LCG lainnya yang
tersebar di berbagai spot seperti Bishan, Punggol, Clementi, dsb. Tapi di sisi
lain saya juga berusaha mengerti keadaan Achmad dan Rizqi yang benar-benar ingin
mengunjungi patung Merlion, karena waktu bebas mereka berdua praktis hanya hari
itu saja. Tanggal 17 dan 18 Juni hampir dipastikan tidak mungkin karena sudah
masuk jadwal resmi LCG, sementara mereka harus sudah pulang ke Indonesia
tanggal 18 malam (bersama Andreas juga). Jadi setelah melalui beberapa
pertimbangan, akhirnya saya mengalah dan seharian menjadi turis menemani
mereka, bersama Rijalul dan duo Batam yang baru saja datang ke Freerunner Lodge
tadi pagi: Ihsan dan Arief.
Selepas dari Merlion, Ihsan-Arief pun
berpisah jalan dengan kita, lalu sisa rombongan yang ada menemui Andreas untuk
berangkat bersama-sama ke daerah Bugis dalam rangka membeli beberapa souvenir. Malam harinya, perjalanan
berlanjut ke Gardens by the Bay sebelum kembali lagi ke Freerunner Lodge. Secara keseluruhan, saya
puas menjalani segala aktivitas di hari itu…sebagai turis, tetapi tidak sebagai
seorang praktisi parkour.
LCG HARI
KE-1, 17 JUNI 2017
Hari
pertama LCG 2017 diisi dengan workshop/pelatihan parkour untuk pemula sebanyak
tiga kali kesempatan (pukul 11.00-11.45, 13.00-13.45, dan 15.00-15.45), lalu
dilanjutkan dengan workshop kelas intermediate pukul 17.00-19.00. Di sela-sela
waktu tersebut peserta juga bisa melakukan free jamming. Saya sendiri hanya mengikuti
workshop intermediate yang dipimpin oleh Fagan Cheong, salah satu dari founder
Parkour Singapore. Dan sedikitpun saya tidak menyesal mengikuti workshop-nya,
karena materi yang disampaikan sungguh benar-benar bermanfaat bagi seluruh
peserta.
Malam
harinya acara berlanjut ke The Yard, sebuah gymnasium yang digunakan untuk sesi
‘best trick competiton’. Saya sendiri tidak mengikuti kompetisinya, karena di
samping kemampuan flip yang tidak seberapa bagus, saya sendiri termasuk penganut
aliran parkour non-kompetisi. Saya lebih memilih nongkrong saja di balkon lantai dua
sambil berjualan kaos Avolution, sembari berkolaborasi dengan Malingkondank
dan TOFU WEAR.
Seusai
dari The Yard, ada dua orang lagi dari Perancis yang hendak bergabung menginap
di Freerunner Lodge, yaitu Mikaël dan Aubin. Tentu saja kehadiran mereka
disambut dengan gembira oleh kita semua. Hampir seluruh penghuni Freerunner
Lodge menghabiskan malam itu dengan berenang rame-rame di kolam apartemen
hingga subuh (sekedar info, Freerunner Lodge menyewa ruangan di salah satu gedung
apartemen komersil daerah Lavender).
LCG HARI
KE-2, 18 JUNI 2017
Hampir
semua dari kita bangun siang karena kelelahan jamming saat hari pertama
ditambah lagi lanjut berenang hingga subuh, pastinya kebayang seperti apa capeknya
fisik ini. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat kita menjalani hari ke-2
LCG. Menjelang tengah hari, kita berangkat menuju Singapore Sports Hub dengan
berjalan kaki karena jarak tempuh yang tidak seberapa jauh.
Namun
sayang, hujan deras membuat kompetisi speed contest yang seharusnya dijadwalkan
pukul 13.00 harus tertunda ±2 jam. Langit yang kembali cerah pun tidak
berlangsung lama karena hujan kembali turun seusai speed contest,
sehingga dengan sangat terpaksa kompetisi freestyle harus dibatalkan di tengah jalan. Sekalipun
begitu, seluruh peserta LCG tetap antusias mengikuti seluruh program acara dari
panitia. Kebersamaan dan kekeluargaan di antara anak-anak parkour tetap menjadi
yang utama terlepas dari apapun kondisi acaranya.
Hal lain yang berkesan bagi saya di hari
ke-2 LCG ini adalah saat momen pertukaran kaos Avolution dengan TOFU WEAR.
Sekedar info, TOFU adalah komunitas parkour yang berasal dari Penang, Malaysia.
Kemarin malam di The Yard adalah perkenalan perdana saya dengan mereka saat
sama-sama berjualan kaos/merchandise. Pertukaran kaos ini adalah simbol kecil
dari persahabatan yang akan kita jalin untuk ke depannya.
Sementara
itu, karena hujan tak kunjung berhenti dan hari sudah mulai sore, akhirnya
panitia mengalihkan lokasi pengumuman pemenang speed contest serta pembagian
hadiah di Kraken Gym. Speed contest LCG kali ini pada akhirnya dimenangi oleh Levin
Pellkover dari Jerman, performanya yang luar biasa memang membuatnya layak jadi
yang tercepat. Seusai pembagian hadiah, akhirnya tibalah saat-saat penutupan
LCG 2017. Meski harus berdesak-desakan di Kraken karena terlalu banyaknya
orang, namun kekeluargaan yang tercipta sungguh memberikan kesan mendalam bagi
seluruh peserta.
Malam
itu Andreas, Rizqi, dan Achmad pulang ke Indonesia. Anak-anak Malaysia yang
tinggal di Freerunner Lodge pun sudah pindah ke hostel. Tapi tetap saja tidak
ada kata sepi untuk Freerunner Lodge, karena kali ini ketambahan dua orang lagi
dari Hong Kong: Kwan Wing Tai dan Tony Ezio. Seperti kemarin malam, kita
berenang lagi di kolam apartemen hingga subuh. Hanya saja, entah kenapa udara
malam itu terasa lebih dingin dan berangin dibanding kemarin, sehingga mau
tidak mau kita harus menyudahi lebih awal sesi renang ini.
PASCA LCG
Di sana kita sudah ditunggu oleh
Alex Ring, salah seorang teman dari Australia. Kita pun jamming bertiga saja sambil
sesekali membuat video. Tidak ada orang lain lagi di Bedok Maze saat itu. Namun justru kondisi sepi itulah yang membuat kita makin fokus dalam berlatih. Setelah kurang lebih 1,5 jam jamming, Alex langsung pulang ke hostel tempat dia menginap, sementara saya dan
Ihsan lanjut menuju Eunos.
Di taman Eunos, ternyata masih
banyak juga peserta LCG yang masih belum pulang. Ada teman-teman dari
Filipina, Hong Kong, Taiwan, dan Australia yang sedang berlatih di sana. Saya
dan Ihsan pun turut bergabung bersama mereka hingga sore hari.
Selepas jamming, orang-orang pada berpencar sesuai tujuan masing-masing. Saya dan Ihsan
pun berpisah jalan. Jadwalku berikutnya adalah bertemu dengan teman sesama peserta
LCG dari Parkour Bali, Widio dan Eric. Kita janjian di foodcourt yang tidak jauh dari tempat
latihan tadi, sekaligus menunggu Widio buka puasa. Dari situ kita bertiga lanjut
jalan-jalan di Bazaar Ramadhan yang kebetulan masih di daerah Eunos juga.
Banyak sekali pernak-pernik maupun makanan yang sangat mirip dengan masakan
Indonesia di sini.
Sekitar jam 9 malam kita lanjut
mampir ke apartemen Faiz, tempat Widio dan Eric tinggal selama di Singapore.
Mereka hendak mengambil barang-barangnya karena harus melanjutkan perjalanan ke
Malaysia menggunakan bus malam itu. Di sana kita juga janjian bertemu dengan Richie, salah
seorang praktisi Parkour Singapore yang sudah jarang berlatih karena kesibukan pekerjaannya. Sudah ±4,5 tahun saya tidak bertemu dengannya sejak
Jamming Nasional Parkour Indonesia di Surabaya tahun 2012 lalu.
Seusai
mengantar Widio dan Eric ke terminal bus, saya dan Richie lanjut mencari makan di
restoran Thailand di daerah Lavender. Kita ngobrol-ngobrol hingga
larut malam, dan saya pun baru pulang ke Freerunner Lodge sekitar
pukul 01.30 dengan berjalan kaki. Jam segitu jalanan Singapore begitu sepi, aman, dan tentunya juga bersih. Saya
berandai-andai kapan Indonesia bisa seperti ini, semoga saja di masa depan bisa
terwujud.
Hari
terakhir di Singapore; saya, Rijalul, dan Ihsan segera mengemasi dan membawa
seluruh barang kita dari Freerunner Lodge. Saat hendak pergi, lagi-lagi ada
tamu lain yang datang, yaitu rombongannya Jordan Reed dari Australia. Mereka
masih akan tetap tinggal di Singapore selama beberapa hari ke depan. Memang tidak ada kata sepi untuk Freerunner Lodge rupanya.
Saya dan Rijalul pun kemudian berpisah untuk terakhir kalinya dengan Ihsan, karena dia akan langsung pulang ke Batam menggunakan kapal feri, sementara kita berdua janjian dengan Tan Chi Ying di daerah Bugis untuk makan siang, sekalian menemani Rijalul yang hendak membeli oleh-oleh untuk keluarganya.
Karena
pesawat pulang ke Indonesia masih pukul 21.00, maka masih ada sedikit waktu
bagi saya dan Rijalul untuk lanjut latihan. Agar tidak terlalu jauh dari
bandara, kita memilih singgah di Bedok Maze (lagi) yang rute MRT-nya searah
menuju Changi. Di sana ternyata masih ada teman-teman dari Hong Kong dan Taiwan
yang sedang berlatih. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, saya dan Rijalul pun
melakukan latihan ringan saja, karena sudah terlalu lelah untuk melakukan big jump.
Akhirnya,
tibalah saatnya mengucapkan selamat tinggal. Sekitar pukul 17.30, saya dan Rijalul berpamitan
dengan semua teman-teman di Bedok Maze, lalu segera naik MRT menuju bandara
Changi. Malam itu kita meninggalkan Singapore menuju Denpasar, Bali. Sekedar
info, saat booking tiket pesawat ±2 bulan sebelumnya, harga tiket Singapore-Surabaya
menjadi sangat mahal karena memang mendekati hari raya Idul Fitri. Sehingga
dengan berbagai pertimbangan, kita putuskan singgah dulu di Denpasar, lalu lanjut
menggunakan jasa travel ke Surabaya.
Secara keseluruhan, LCG kali ini sangat berkesan. Sama seperti tahun lalu, saya bisa bertemu dengan teman-teman baru dan lama dari berbagai negara, serta dapat saling berbagi pengalaman. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Parkour Singapore atas sambutan dan keramahtamahannya, khususnya Tan Chi Ying yang sudah menyediakan Freerunner Lodge sebagai tempat tinggal. Mungkin skill parkour saya tidak ada apa-apanya dibanding sebagian besar peserta yang hadir, namun terlepas dari itu saya bisa melihat sebuah persaudaraan yang kuat di antara sesama praktisi parkour. Tidak peduli asal negara, suku, agama, bahasa; kita semua melebur jadi satu sebagai sesama umat manusia. Semoga di LCG berikutnya kita bisa dipertemukan kembali. Dan terakhir, sekalipun sudah sangat terlambat, saya ucapkan selamat Idul Fitri kepada semua teman-teman muslim.
Comments
Post a Comment