73 Km Dari Selatan Kota Malang




Hanya ada saya, Brex, dan Andreas yang saat itu tidur-tiduran di atas pasir pantai beralaskan matras. Waktu itu sekitar pukul 9 malam, dan keadaan di sekeliling hampir gelap gulita, sumber cahaya pun hanya dari HP serta penerangan samar-samar beberapa tenda orang lain yang juga camping. Untuk kedua kalinya dalam hidup akhirnya saya bisa merasakan bermalam di alam bebas, jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, sesuatu yang belum saya alami lagi sejak kelas 2 SMP.

Meski langit malam itu mendung dan tak terlihat bintang sama sekali, sedikitpun tidak mengurangi keasyikan camping yang dijalani. Kita bertiga asyik ngobrol di pinggir pantai hingga ketiduran, sampai akhirnya terbangun lagi entah jam berapa (mungkin sekitar tengah malam) karena air laut yang mulai pasang, dan pada akhirnya kita pindahkan matras ke samping tenda untuk tidur di atas rumput. Sementara di dalam tenda sudah tidur dengan nyenyak 4 orang lain lagi, yaitu Zico dan istrinya Megga, kemudian Aril (istri Brex) dan anaknya yang masih ±berusia 4 tahun bernama Nadira. Beruntunglah malam itu tidak hujan seperti sorenya, sehingga kita bertiga bisa tidur dengan tenang. Yang jelas momen camping ini benar-benar kita jadikan ajang refreshing pasca kelelahan di Jamming Bulanan Parkour Surabaya 2 hari sebelumnya...



Sabtu, 28 Mei 2016, persis seminggu setelah Jamming Regional Jawa Timur di Jombang, Parkour Surabaya mengadakan Jamming Bulanan ke-11. Jambul kali ini terasa spesial karena kedatangan Zico Desreira sebagai instruktur tamu. Dia adalah praktisi senior dari Parkour Bandung sekaligus salah satu finalis Sasuke Ninja Warrior yang pertama di Indonesia. Materi latihan yang dia berikan cukup membuat seluruh peserta jambul kelelahan, tapi sangat menyenangkan dan menantang untuk diikuti. Alhasil semua orang pulang dengan badan pegal-pegal di hari itu.


Besok harinya Zico, Megga, Andreas, dan saya lanjut berangkat ke Malang sekitar pukul 8 malam. Setelah menempuh ±2 jam perjalanan dengan naik motor, tibalah kita berempat di Malang untuk menginap di rumah Brex. Suasana di rumah Brex sungguh berbeda 180 derajat, setelah kepanasan di Surabaya, akhirnya kita bisa merasakan hawa sejuk juga. Kita pun beristirahat sejenak dan mengumpulkan tenaga untuk persiapan berangkat ke Pantai Gatra di hari berikutnya.

Kurang lebih 2 jam perjalanan ke selatan dari Malang, akhirnya kita ber-7 sampai di pintu masuk Pantai Gatra sekitar pukul 13.00. Sebelum melanjutkan perjalanan ke pantai, barang bawaan kita didata dulu oleh petugas, untuk memastikan agar saat keluar nanti tetap berjumlah sama seperti masuknya. Alasan pemeriksaan ini supaya setiap pengunjung tidak buang sampah sembarangan, jadi setiap sampah yang dibuang harus tetap dibawa hingga pendataan ulang saat pulang nanti. Bila sampai kurang, per item-nya didenda Rp 100.000. Aturan ini secara tidak langsung turut membuat pengunjung menjaga kebersihan pantai, sehingga boleh dibilang Pantai Gatra merupakan salah satu pantai terbersih di Indonesia.


Dari pintu masuk kita harus berjalan kaki ±30 menit lagi untuk menuju pantai. Sekalipun cukup melelahkan, tapi terbayar lunas saat kita sampai di lokasi. Suara deburan ombak dan angin sepoi-sepoi membuat pikiran menjadi tenang dan melupakan segala kepenatan di kota. Sayangnya cuaca saat itu kurang bersahabat. Begitu kita selesai mendirikan tenda, hujan deras pun turun, sehingga foto-foto yang diambil tidak seberapa jernih pemandangannya. Namun terlepas dari itu, kita semua sungguh menikmati momen kebersamaan ini.






Perihal masak-memasak, karena tidak diperbolehkan membuat api unggun, kita pun jadinya membawa kompor dan tabung gas kecil. Untuk konsumsi kita cukup makan popmie/indomie supaya tidak ribet. Meskipun di belakang area camping masih ada kios kecil penjual makanan (dan juga toilet), tapi demi hemat biaya lebih baik masak sendiri saja.

Setelah menghabiskan malam dengan tidur di luar tenda, keesokan paginya kita ber-7 melanjutkan perjalanan ke Pantai Tiga Warna dengan dipandu seorang guide. Dari Pantai Gatra kita menyusuri jalan setapak sekitar 30 menit sebelum sampai ke lokasi. Dan alasan pantainya bernama “Tiga Warna” karena memang warna permukaan lautnya seolah-olah terbagi menjadi tiga berdasarkan kedalaman airnya. Sebelum berenang, demi prosedur keamanan kita diwajibkan memakai pelampung dan perlengkapan snorkeling terlebih dulu. Hanya saja pada saat itu air laut sedang cukup keruh, sehingga kita tidak bisa melihat dengan jelas terumbu karang. Dibandingkan Pantai Gatra, ombak di Pantai Tiga Warna relatif lebih kecil, karena tidak jauh di depannya terdapat Pulau Sempu, sehingga ombak dari Samudera Hindia dapat teredam menjadi lebih kecil.






Sayangnya waktu bermain di Pantai Tiga Warna hanya dibatasi 2 jam saja, karena harus memberi kesempatan rombongan lain yang sudah menunggu giliran. Kita pun kembali menyusuri trek jalan setapak menuju Pantai Gatra. Tapi sebelum benar-benar kembali, kita menyempatkan diri dulu mampir ke Pantai Watu Pecah yang kebetulan masih sejalan. Keadaan pantainya agak sedikit berbeda dibandingkan Gatra maupun Tiga Warna sekalipun berada dalam satu kawasan. Sesuai dengan namanya, banyak sekali terdapat batu karang berserakan di pantai tersebut, sehingga kurang cocok untuk dibuat berenang. Untuk itulah kita hanya sebentar saja di sana buat sekedar berfoto.







Sekembalinya ke Pantai Gatra, kita pun segera mengemasi tenda serta barang-barang bawaan karena langit sudah mulai mendung. Dan benar saja, begitu mulai jalan menuju parkiran motor (dekat pintu masuk awal), hujan deras pun turun. Alhasil kita harus bersusah payah melewati jalan becek hingga mengakibatkan salah satu sandal saya putus. Tapi terlepas dari itu, bersyukur tidak ada satu item pun yang kurang saat pengecekan ulang sampah di pos jaga, sehingga kita bisa pulang dengan tenang ke Malang. Sepanjang sisa hari itu kita habiskan dengan beristirahat di rumah Brex.



Besok paginya, suasana rumah Brex bertambah ramai lagi dengan kedatangan Ferdinand dan Teguh dari Play_on Parkour Malang. Selepas sarapan bersama, kita berangkat ke Kolam Mata Air Jenon yang hanya ditempuh sekitar 15 menit saja dari rumah Brex. Tapi kali ini Brex sekeluarga tidak ikut karena harus menemani anaknya Nadira yang masih kelelahan akibat camping kemarin.

Dinginnya air Jenon tidak menyurutkan kegembiraan kita bermain di situ. Selain berenang dan latihan flip, kita juga mengadakan challenge untuk terjun ke kolam dari dahan pohon setinggi ±5-6 meter, sangat menegangkan tapi sekaligus juga menyenangkan. Kemudian menjelang tengah hari, kita pun menyudahi sesi renang ini dan kembali ke rumah Brex.



Sekitar pukul 14.30; saya, Andreas, Zico, dan Megga akhirnya berpamitan dengan Brex sekeluarga untuk menuju pusat perbelanjaan oleh-oleh Malang. Dari situ kemudian lanjut mengantar Zico dan Megga ke Stasiun Malang, karena kereta menuju Bandung akan segera berangkat pukul 16.00. Saat itu langit sudah sangat mendung dan untungnya hujan masih belum turun ketika tiba di stasiun. Baru saat di tengah perjalanan saya dan Andreas pulang ke Surabaya, hujan pun turun dengan derasnya.

Meskipun hanya beberapa hari, bagi kami ini merupakan petualangan yang sungguh berkesan. Jarang-jarang bisa camping rame-rame di pinggir pantai dan menyatu dengan alam. Tak sabar untuk menanti petualangan berikutnya!

Comments

Popular posts from this blog

Cerita 28 Jam di Jombang

Ikut? Tidak? Ikut? Tidak? IKUT!!!

Semalam di Bojonegoro