Petualangan Singkat bersama Thomas, Yoann, dan Eduoard

             

Karena satu dan lain hal, saya tidak bisa pergi di waktu yang bersamaan dengan Andreas, Thomas, Yoann, dan Eduoard ke Bondowoso. Mereka sudah pergi lebih dulu naik bus dari Terminal Bungurasih, Surabaya sekitar pukul 17.00. Sementara saya sendiri baru bisa menyusul ±pukul 19.00 dari terminal yang sama. Karena tidak ada rute bus langsung dari Surabaya ke Bondowoso, maka saya pun harus turun di Terminal Bayuangga, Probolinggo. Sialnya, saat sudah sampai, tidak ada lagi bus yang menuju Bondowoso. Keberangkatan bus terakhir adalah pukul 20.00, dan tentu saja Andreas beserta rombongan sudah termasuk ke dalamnya.

Sekedar info, hari itu, Selasa 12 Juli 2016, Parkour Surabaya kedatangan praktisi tamu dari Perancis yaitu Thomas, Yoann, dan Eduoard. Andreas pun memandu mereka bertiga untuk mengunjungi Kawah Ijen. Dan tentunya sebelum ke sana harus singgah di Bondowoso dulu sebagai titik awal keberangkatan. Dengan dipandu beberapa teman dari Parkour Bondowoso, Andreas dan rombongan pun dibonceng naik motor menuju Pos Paltuding, yaitu pos tempat pemberhentian mula-mula sebelum memasuki trek pendakian.

Sementara saya sendiri baru tiba di Probolinggo sekitar pukul 21.30. Begitu mengetahui tidak ada lagi bus yang menuju Bondowoso, selama beberapa saat saya sempat sedikit panik sekaligus kesal...kenapa sih harus begini?! *gumam saya dalam hati*. Bus menuju Bondowoso baru ada lagi pukul 08.00 besok paginya, tentunya tidak mungkin menunggu 10-11 jam di terminal seorang diri seperti orang gila. Selain buang-buang waktu, pastinya saya tidak akan bisa bertemu dengan Andreas beserta rombongan yang bisa jadi sudah pulang ke Surabaya. Lagipula momen blue fire di Kawah Ijen sudah lewat bila matahari telah terbit.

Setelah sekitar setengah jam luntang-lantung kebingungan, beruntung ada seorang tukang ojek yang menghampiri. Singkat cerita, akhirnya saya memutuskan naik ojek ke Bondowoso dengan biaya yang tentunya beberapa kali lipat dari harga tiket bus. Yah...apa boleh buat, saya tidak punya pilihan lagi, kalau masih ingin melihat blue fire sebelum matahari terbit itulah satu-satunya opsi yang tersedia. Tiga jam perjalanan dalam gelap dan melewati jalanan sepi pun akhirnya saya tempuh demi secepatnya tiba di Bondowoso. Beruntung masih ada beberapa praktisi Parkour Bondowoso yang bersedia menunggu kedatangan saya. Kira-kira pukul 01.00 saya dijemput oleh Angga di depan GOR Pelita seberang alun-alun, dan bersama beberapa teman lainnya, kita langsung meluncur menuju Pos Paltuding dengan menggunakan sepeda motor.

Perjalanan yang ditempuh ternyata tidak sebentar juga, kita harus masuk hutan dan melalui jalanan berlubang selama ±2 jam, ditambah lagi hampir tidak ada lampu penerangan jalan. Suhu udara pun berangsur-angsur semakin dingin. Meskipun begitu kita semua tetap menikmati perjalanan ini sekalipun sudah tertinggal dari Andreas dan rombongan, yang penting bisa selamat sampai tujuan.


Sesampainya di Pos Paltuding, kita melakukan registrasi dengan membayar Rp 5000 per orang. Dan selanjutnya, dimulailah petualangan 2 jam pendakian menuju puncak Gunung Ijen. Total ada 6 orang (termasuk saya) yang berjalan bersama-sama di trek jalan setapak menanjak sepanjang ±3 km. Entah Andreas dan trio Perancis sudah sampai mana, yang pasti keadaan di sekitar memang benar-benar gelap sehingga sulit melihat wajah orang lain dengan jelas.

Akhirnya, sekitar pukul 04.45 sampai juga kita di puncak Gunung Ijen. Dengan ketinggian 2.443 mdpl, suhu udara pun tentunya lebih dingin lagi dibanding saat di bawah, tapi tidak sebegitu terasa karena badan kita dalam keadaan berkeringat sehabis tracking tadi. Sampai di sini, perjalanan belum selesai. Untuk bisa melihat blue fire dari dekat, pengunjung harus turun lagi ±250 meter ke kawah dengan melewati jalan berbatu-batu yang cukup terjal.



Di antara kita berenam, hanya saya yang melanjutkan perjalanan ke kawah, karena yang lainnya sudah sering memandu praktisi parkour tamu ke sana, jadi mereka lebih memilih beristirahat saja di puncak. Perjalanan menuruni lereng terjal berbatu ini memakan waktu sekitar setengah jam, sampai akhirnya ±pukul 05.15 saya tiba di dasar kawah. Namun sayang sekali matahari malah mulai terbit begitu saya sudah di titik terdekat dengan blue fire, sehingga hanya kurang dari 15 menit saja bisa menikmatinya. Meski begitu, saya tetap bersyukur karena bisa melalui dengan selamat perjalanan yang melelahkan ini. Sejenak saya beristirahat di dasar kawah sambil menikmati sinar matahari pagi, kemudian tidak lama setelah itu saya pun kembali ke puncak dengan perasaan puas tapi juga bercampur dengan sedikit penyesalan. Kalau saja tiba satu jam lebih awal, pasti saya masih bisa menikmati blue fire dalam keadaan langit gelap. Tapi terlepas dari itu, saya tetap senang menjalani petualangan ini.








Sesampainya di puncak saya sudah ditunggu oleh teman-teman Parkour Bondowoso, dan bersama-sama kita menuruni jalan setapak 3 km menuju Pos Paltuding. Perjalanan menuruni gunung ini terasa lebih cepat dan tidak secapek seperti saat mendaki, namun tetap membuat kaki pegal-pegal. Sekitar pukul 07.30, kita berenam sudah tiba di parkiran motor Pos Paltuding, dan akhirnya...saya bertemu juga dengan Andreas dan Thomas di sana, setelah 12 jam terakhir saling berkejar-kejaran dengan waktu demi melihat blue fire Kawah Ijen.

Dari Pos Paltuding kita lanjut ke pemandian air panas yang tidak jauh dari situ, di sana sudah menunggu Yoann, Eduoard, dan teman-teman Parkour Bondowoso lainnya. Kita saling sharing dan bertukar informasi tentang komunitas parkour maupun perbedaan kultur antara Perancis dan Indonesia. Sungguh pengalaman yang menarik, karena selain bertambah akrab, wawasan kita pun semakin berkembang dengan sharing seperti itu.

Menjelang tengah hari, kita kembali ke Bondowoso untuk beristirahat sejenak di rumah Angga. Lalu sekitar pukul 13.30; saya, Andreas, Thomas, Yoann, dan Eduoard kembali ke Surabaya dengan naik bus dari Terminal Bondowoso. Beruntunglah trio Perancis tersebut tidak keberatan menggunakan bus ekonomi non-AC, karena selain tidak perlu transit dulu ke Probolinggo, harganya pun relatif cukup terjangkau.

Saat di tengah perjalanan, barulah timbul rasa ngantuk akibat tidak tidur semalaman. Sekalipun di bus tidak seberapa nyenyak tidurnya, tapi itu sudah cukup untuk memulihkan tenaga. Kurang lebih 6 jam perjalanan yang kita tempuh untuk menuju Terminal Bungurasih, kemudian dari situ berlanjut ke skatepark untuk mengikuti latihan reguler Parkour Surabaya. Tapi karena fisik yang sudah sangat lelah, saya pun hanya melakukan jamming sederhana saja; sementara Thomas, Yoann, dan Eduoard duduk-duduk beristirahat sambil ngobrol dengan yang lain.


Seusai sesi latihan, malam itu sang trio Perancis menginap di rumah kontrakan saya dan Andreas. Karena baru sebulan lebih pindahannya, kita belum sempat beli kasur ataupun berbagai barang kebutuhan rumah lainnya. Kita berlima jadinya tidur di karpet dan matras yang dijejer jadi satu, beruntung semuanya bisa tidur dengan nyenyak.

Besok harinya; Thomas, Yoann, dan Eduoard berencana melanjutkan perjalanan ke Bali menggunakan pesawat. Sebelum mengantar mereka ke bandara, tidak lupa kita mengajak mereka ke Mirota Batik & Handicraft Surabaya untuk membeli oleh-oleh, lalu lanjut makan siang, dan terakhir tidak lupa foto bersama sebelum saling berpisah. Sekalipun hanya 2 hari bersama-sama, tapi bagi saya ini adalah pengalaman yang luar biasa. Suatu kehormatan Parkour Surabaya bisa kedatangan praktisi tamu jauh-jauh dari Perancis, sebuah momen yang tentunya cukup langka sejauh ini. Semoga suatu saat nanti saya dapat kesempatan berlatih parkour bersama mereka di Perancis :)


 


Comments

Popular posts from this blog

Cerita 28 Jam di Jombang

Ikut? Tidak? Ikut? Tidak? IKUT!!!

Semalam di Bojonegoro