Cerita dari Ledok Amprong

Pada hari Sabtu, 5 Desember 2020, Parkour Jawa Timur akhirnya kembali menyelenggarakan BJB (Bukan Jamming Biasa) setelah terakhir terlaksana pada tahun 2017 lalu di Blitar. BJB ini bisa dibilang program acara informal dari Parkour Jawa Timur yang lebih berfokus ke rekreasi ketimbang latihan parkournya (kebalikan dari jamming regional). Tujuan acara ini semata-mata hanya untuk meningkatkan keakraban dan kekeluargaan di antara sesama praktisi.

Untuk BJB kali ini, lokasi campingnya ada di River Tubing Ledok Amprong, Kabupaten Malang; dapat ditempuh dalam ±40 menit dari pusat kota. Terlepas dari masa pandemi corona, kebetulan tempat tersebut memang termasuk sepi karena belum seberapa terkomersialisasi. Saya, Andreas, Hermundo, Dimas, dan Herry berangkat dari Surabaya sekitar pukul 09.00 pagi. Kita berangkat nyantai dengan 3 kali singgah di Indomaret maupun masjid, sambil janjian bertemu dengan beberapa teman parkour lainnya di tengah perjalanan.


Iring-iringan sepeda motor pun akhirnya tiba di lokasi sekitar pukul 13.30, dan pada saat yang hampir bersamaan gerimis pun mulai turun. Beruntunglah kita sudah sampai duluan, karena akses jalan masuk ke Ledok Amprong cukup terjal-menurun, dan bila hujan tentunya bakal menjadi licin tanahnya.


Begitu hujan agak mereda, kita mulai memasang tenda di sekitar pondok/gazebo seiring datangnya teman-teman lain yang menyusul. Saat itu cuaca semakin terasa dingin, namun itu tidak masalah karena kita semua benar-benar menikmati kebersamaan yang ada. Sudah ada belasan orang yang hadir sore itu, kita semua saling bercengkerama dan melepas kangen satu sama lain. Anggap saja BJB ini adalah mini jamming regional Jatim, yang mana seharusnya diselenggarakan di Sidoarjo tahun ini, namun terpaksa dibatalkan karena pandemi corona.

Malam harinya, cuaca kembali hujan. Beberapa teman dari Parkour Blitar datang menyusul sekitar pukul 20.00 dengan basah kuyup. Saat itu sedang berlangsung sesi sharing di gazebo utama yang besar. Niat awal kita untuk membuat api unggun terpaksa ditunda karena hujan yang tak kunjung berhenti. Namun biarpun begitu, bagi saya itu adalah salah satu malam terbaik di tahun yang buruk ini. Menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kita dengan masih bisa meluangkan waktu bersama di tengah jadwal masing-masing yang semakin sibuk, ditambah lagi jadwal latihan parkour dari masing-masing komunitas yang semakin tak jelas karena banyak taman-taman kota yang ditutup.


Menjelang tengah malam, ada satu peserta lagi yang datang menyusul, yaitu Ardhylies, anak lama dari Parkour Surabaya, salut dengan niatnya untuk bela-belain datang di tengah kesibukannya. Ketika itu teman-teman yang lain sudah pada tidur dalam tenda, sementara saya dan Ardhy masih cangkrukan beberapa saat di gazebo sambil menantikan redanya hujan. Sekitar pukul 01.00 dini hari baru kita tidur.

Kurang lebih pukul 04.00 pagi, tiba-tiba beberapa teman yang lain membangunkan saya. Awalnya saya pikir itu suara-suara dalam mimpi, ternyata bukan. Hujan sudah berhenti total dan kita pun meniatkan mengadakan sesi api unggun sambil menantikan matahari terbit. Tentunya kurang afdol bila camping tanpa api unggun, untuk itulah kita semua rela bangun subuh demi merealisasikannya.



Begitu matahari sudah sepenuhnya terbit, ±pukul 05.30 sebagian dari kita-kita memutuskan untuk melakukan mini-tracking keliling Ledok Amprong. Kita menyusuri sungai, perkebunan, dan sebagian kecil dari hutan di sekitar sana dengan dikelilingi udara pagi yang sejuk. Tidak lama setelah itu ternyata ada satu orang lagi yang menyusul untuk mampir BJB, yaitu Ahmad dari Parkour Malang. Selain parkour, hingga saat ini dia aktif juga di komunitas lari. Berarti, dengan ditambah Ahmad, total peserta BJB 2020 ada 19 orang.

Sejenak kita bersantai menikmati suasana Ledok Amprong di Minggu pagi seiring sinar matahari yang semakin menghangat. Tidak lama setelah itu, kita pun berfoto bersama sebagai penutup BJB 2020, dilanjutkan dengan mengemasi tenda, karena kebetulan juga di saat yang bersamaan ada komunitas lain yang telah datang. Sekitar pukul 09.00 pagi, kita pun meninggalkan Ledok Amprong dengan segala kenangannya.

Meski hanya berlangsung singkat dan sederhana, namun momen seperti inilah yang saya selalu tunggu-tunggu tiap tahunnya. Bagi saya, komunitas parkour bukan lagi bicara tentang skill siapa yang paling jago, atau fisik siapa yang paling kuat. Seiring waktu berjalan, Parkour Jawa Timur rasanya menjadi semakin seperti keluarga. Terbukti ketika saya sedang tertimpa masalah besar belum lama ini, mereka tetap memberikan support moral tanpa menghakimi saya. Inilah yang namanya persaudaraan sejati.

Semoga tahun depan bisa lebih baik lagi keadaannya, sekalipun kita tidak tau kapan persisnya wabah corona berakhir, setidaknya mari menatap 2021 dengan keoptimisan.


Comments

Popular posts from this blog

Cerita 28 Jam di Jombang

Ikut? Tidak? Ikut? Tidak? IKUT!!!

Semalam di Bojonegoro